Rumpang

Pamungkas Adiputra
3 min readFeb 15, 2020

--

Kembali seperti semula, kamu akan bergelut dengan sepi, meratapi dan menyesali sesuatu yang telah kau lakoni selama ini. Kamu benar-benar sendiri, siapa pun yang singgah bukan untuk menetap, melainkan hanya sekadar membantu menyeka air mata yang kamu usap.

Aku percaya, bahwa segala rentetan waktu ini terus akan bergulir. Kita semua akan mengalami pergolakan perasaan dalam kehidupan. Permasalahan dalam kisah-kisah akan semakin menjadi-jadi. Pada saat itu pula kamu akan dituntut menjadi seeorang yang handal dalam pemikir dan penindak. Bagaimana kamu berpikir agar selalu bisa tetap stabil dan bagaimana pula kamu memutuskan secara bijak keputusan yang telah disediakan oleh keadaan yang terjadi.

Bumbu Campuran

Termasuk aku, mulai dari menjadi bangga ketika menemukan beberapa sosok yang sekiranya mengisi kekosongan dan kehampaan dalam perjalanan hidup. Bukan, kalian pasti berasumsi jika itu seorang kekasih. Itu cerita beberapa paragraf lagi, kalau sekarang masih kusebut teman. Mantan teman.

Sebelum kejadian itu, hangat dan lengket hubungan kita. Ke sana ke mari, tapi belum ada kejanggalan yang berarti. Dia sisipi perhatian yang mendalam, memang kurasakan, tetapi masih aku anggap biasa. Kebetulan juga, aku dan dia dari satu provinsi yang sama-sama merantau di kota orang. Jadi, lebih begitu fasih logat yang kita lontarkan satu sama lain. Hal itu yang membuat kedekatan kami terjadi begitu cepat dan tanpa canggung untuk saling mengakrabi.

Semuanya berubah ketika ia sedikit sensitif saat aku bermain dengan teman-teman yang lainnya. Ia juga menduga, aku hanya bepergian dengan calon kekasihku, waktu itu. Nyatanya, aku bepergian keluar beramai-ramai. Kulontarkan kembali pernyataan yang mungkin sekaligus membuat situasi menjadi keruh. Kenapa marah jika aku keluar dengan yang lain? Aku tahu, kok, perbedaan cemburunya seorang kawan dan seseorang berkawan namun ada bumbu percampuran.

Ia mengakuinya. Seketika aku membencinya. Kita hilang komunikasi hampir seminggu. Bukan untuk memutus tali silaturahmi begitu saja, namun aku juga memiliki hati yang perlu dibenahi kembali. Kuharap dia memaklumi.

Singkat cerita, setelah beberapa kali dia membujukku agar membiasakan diri dengan keadaan seperti semula, kubalas responnya. Kuhubungi dia kembali. Perjalanan dalam perkawanan pun bisa dilanjutkan.

Pilu Membiru

Selayaknya dalam film bergenre drama, ternyata suatu kehidupan punya serialnya tersendiri. Tidak terhenti dalam satu bagian, akan ada bagian-bagian yang muncul.

Aku kira, semuanya sudah berakhir. Berjalan seperti biasa. Namun, dugaanku salah. Tuhan memberikan lapisan permasalahan tambahan yang lebih berat, kurasa.

Bagaimana rasanya dikhianati kakak tingkat yang sudah kamu anggap sebagai teman, saudara, bahkan keluarga? Itu yang aku rasakan. Penikungan terjadi ketika aku masih memiliki rasa dengan dia, dia yang pernah mengisi hatiku, waktu itu.

Memang sudah tak ada ikatan lagi, namun kurasa teman modelan satu ini sudah mengkhianati janji jika takkan pernah sesekali ingin berurusan dengan kisah percintaanku dengan orang lain.

Aku membencinya. Aku kehilangan mantan kekasih dan teman (1)

Ada tambahan lagi, ketika aku sudah berakhir hubungan dengan mantan kekasihku itu, kurasa ada sosok yang memberikan perhatianku sudah sejak lama, namun belum saling menyatakan. Ia baru menyatakan semuanya setelah kejadian sakit hati yang menimpaku hingga hampir bunuh diri.

Mirip seperti kisah pertama, bedanya hanya ini lebih hampir kukatakan menyerupai kelakuan hewan. Ibarat kamu tertimpa tangga, lalu ditambah tertimpa besi.

Mengapa memberikan perhatian yang sedemikian rapi dan menata layaknya mempersiapkan kedatangan hati seseorang, jika ternyata ada hati lain juga yang sedang dijaga. Terlebih, dengan alibinya yang hanya sekadar kakak beradik. How’s your brain?! Aku kehilangan teman (2)

Sekali pun kamu bersama dengan orang-orang yang membuatmu tersenyum lebar, bersamaan pula senyummu diretas tanpa sepengetahuanmu. Kamu tegar, kamu kuat, kamu mampu bangkit dari segara penindasan hatimu.

Jogja, Sabtu dalam kecanduan yang sendu.

--

--

Pamungkas Adiputra
Pamungkas Adiputra

Written by Pamungkas Adiputra

Personal perspective. Currently at the stage of being able to learn to interpret the true meaning of life.

No responses yet