Menjadi Dewasa yang Memuakkan

Pamungkas Adiputra
2 min readNov 14, 2019

--

Beberapa utas bagaimana sirkulasi kehidupan seorang manusia yang harus terjun dalam kerasnya hidup tanpa kesiapan yang seharusnya. Mulai dari sekarang atau tidak sama sekali..

Kalau boleh aku jujur, hidup ini lucu, loh. Kok bisa, sih? Iya, beberapa situasi terkadang harus membuatmu seperti beberapa layer dalam satu bidang. Sulit banget buat nge-handle kayak gitu. Harus bisa menempatkan kondisi untuk senang, gembira, sedih, susah, atau merasakan hal senang dan sedih dalam waktu yang bersamaan?

Namanya juga hidup, bagaimana esok yang akan terjadi kita juga belum tahu keadaannya. Ya kalau boleh memilih, hanya senang dan gembira yang ada di dalam opsi kehidupan, tapi itu ngga mungkin juga, deh.

Oh, ya. Bagaimana kabar kalian? Aku harap tetap baik-baik saja, ya. Udah basa-basi aja dari tadi, hehe.

Dewasa adalah suatu peralihan masa manusia yang sebelumnya menjadi anak-anak. Dewasa, tua, dan kematian bukan merupakan sebuah pilihan, melainkan suatu masa yang pasti kita lewati baik cepat atau lambat. Semakin bertambahnya usia, semakin kita menyadari hal-hal apa saja yang seharusnya menjadi tugas dan kewajiban, serta yang semestinya wajib ditanggalkan.

Menginjak usia 20 tahunan menjadi label penting kalau kita semua memasuki area Gen Z dan milenial. Sebutan khas era kini, katanya. Keren! Sebanding juga dengan beban kehidupan yang bermacam-macam pula.

Mayoritas dari kita semua selalu dipusingkan dengan hal-hal yang akan terjadi ke depannya. Bagaimana jika semuanya tak sesuai dengan kehendak, mengecewakan orang-orang tersayang, atau bahkan kita tak pernah melakukan hal-hal yang bisa merubah keadaan yang lebih baik.

Standar tuntutan orang lain terhadap diri kita terkadang dirasa terlalu berat. Jika tak bisa menuruti harapan orang lain, kita akan merasa telah bersalah. Wajar, sih. Namanya juga manusia, pasti ada rasa lelah, letih, dan lesu.

Selain itu, kita juga sering memaksakan keadaan yang seharusnya bukan menjadi area kita. Terlalu menginginkan sesuatu, padahal kita juga ngga butuh-butuh amat suatu hal itu. Katanya, sih, sebagai pelengkap aja, biar kayak yang lain. Padahal, kita sering insecure soal diri kita.

Ciptaan Tuhan sungguh tak ada yang sempurna. Cari celah untuk kekurangan itu sangatlah bisa. Namun, kita selalu menampilkan baik-baiknya saja ketika di luar, ketika sendirian, malam hari, eh tiba-tiba netes aja. Siapa? Ada beberapa dari kita.

Sungguh, beban permasalahan seseorang itu tidak bisa disamaratakan. Ada beberapa orang yang terlalu generalisasi persoalan hidup. “Eh, gitu aja baper!” “Loh, padahal, kan, tugasnya lebih rumit aku, kenapa kok yang mengeluh kamu?”

Kalau dibilang mau menyerah, tentu aja semua juga merasakan hal yang sama. Itulah fungsinya ada beberapa rekan yang sekiranya bisa dibuat untuk bercerita. Kita ngga akan pernah bisa hidup sendiri, aku tahu kamu introver atau bahkan pemalu, tapi demi kesejahteraan fisik dan mentalmu, jangan pernah merasa dunia tak berpihak kepadamu.

Kesibukan kuliah, kerja, pencari kerja, atau bahkan yang sedang bergulat dengan permasalahan keluarga tak ada hentinya. Yakin kita bisa melewati fase-fase transisi kelam itu. Kita hidup untuk jatuh dan bangkit, kalau lelah bisa rehat sejenak. Kita manusia, pasti ada masa up and down juga.

Tetap semangat, semuanya!

Tertanda,

Yang sedang menguatkan diri sendiri.

--

--

Pamungkas Adiputra
Pamungkas Adiputra

Written by Pamungkas Adiputra

Personal perspective. Currently at the stage of being able to learn to interpret the true meaning of life.

No responses yet